Kamis, 23 Agustus 2012


NUANSA ARSITEKTUR PURI
PEMBENTUK KARAKTER
ARSITEKTUR PERKOTAAN DI BALI

                                                                                               
Oleh :
                                                          Ir.Ida Bagus Putu Arga Utama
                                                                              
ARSITEKTUR PURI merupakan arsitektur warisan (Heritage Architecture) yang mempunyai nilai sejarah dan budaya yang tinggi karena Puri tidak bisa dipisahkan dari sejarah perjalanan kepemerintahan Bali,dimana Puri merupakan pusat pemerintahan dan budaya kerajaan-kerajaan di Bali di jaman pra kemerdekaan.Namun setelah serangan dan pendudukan Belanda diBali abad 19 hingga pertengahan abad 20 beberapa Puri di Bali hancur malah beberapa hilang tanpa bekas akibat perang puputan.untuk itu sudah selayaknya Arsitektur Puri di lestarikan dalam pencarian Identitas Arsitektur Bali.Sebagai Monumen sejarah dan budaya yang bisa dikembangkan menjadi Wisata Warisan (Heritage Tourism) pada umum dan wisata arsitektur (Architecture Tourism) pada khususnya.
            Nuansa Arsitektur Puri : secara garis besar karakter Arsitektur Puri terbagi menjadi 2 (dua) yakni :
1.  Tradisional Primitif (Jaman Bali Kuno)
            2. Tradisional Klasik (Jaman Pertengahan : Jaman Kejayaan Majapahit hingga Jaman Kolonial)
yang banyak ditemukan.sekarang dijaman kemerdekaan adalah Arsitektur Puri yang bergaya klasik yang dipengaruhi oleh gaya Eropa, China, Arab seperti: Taman Oejoeng Karangasem. sedangkan Peninggalan Arsitektur Puri jaman Bali Kuno agak sulit ditemukan karena sudah dimakan jaman pasca datang Majapahit ke Bali.beberapa Peninggalan yang masih bisa dilihat antara lain: Bekas Kerajaan Gelgel di Klunglung dan kerajaan Bedahulu di Blahbatuh Gianyar sedangkan Arsitektur Purbakala bisa dilihat di sepanjang Tukad Pekerisan Pejeng Gianyar dan menjadi Cagar Budaya Dunia dengan Museum Purbakalanya.

            Sejarah kota-kota di Bali di awali dengan lahirnya sebuah kerajaan yang diikuti oleh pembangunan desa dan banjarnya yang mengelilingi pusat kerajaan yang di sebut Puri yang berasal dari kata Pur yang artinya Benteng.Setelah Puri terbentuk dilanjutkan dengan pembangunan Pura dan Pasar serta alun-alun (Bencingah) dan Bale Pertemuan (Paseban Agung).yang lokasinya terletak diseputar catus patha yang merupakan titik 0(nol)/kilometer 0(nol).seperti yang terlihat dibeberapa pusat kerajaan yang sekarang menjadi pusat kota antara lain : Pusat Kota Gianyar, Purinya terletak di timur laut catus patha sedangkan Puri Klungkung dan Puri Tabanan terletak di barat daya catus patha .saat ini masih bertahan hingga jaman kejayaan kerajaan di Bali namun akibat serangan Belanda,jaman pertengahan beberapa Puri di Bali hancur bahkan punah seperti Puri Denpasar yang dulunya terletak di timur laut catus patha sekarang di peruntukan untuk rumah dinas Gubernur Bali dan Ruang Pertemuan Jaya Sabha.begitu juga halnya dengan Puri Tabanan oleh Belanda dijadikan alun-alun dan sekarang oleh Pemerintah kabupaten Tabanan dijadikan Gedung Mario (Gedung Kesenian dan Olah Raga).
            Karena Puri merupakan Pusat pemerintahan kerajaan maka Puri merupakan pusat orientasi,panutan pengembangan wilayah Puri dan kawasan di sekitarnya.hal ini bisa dilihat dari nuansa arsitekturnya seperti adanya bangunan Ancak Saji, Bale Bengong atau Bale Kulkul disetiap pojok pertigaan dan perempatan begitu juga dengan Pintu masuk berupa Gelung Kori dan Apit Lawang.
            Setelah kemerdekaan,penataan dan fungsi ruang pusat kerajaan  berubah menjadi pusat kota dan pusat pemerintahan baik tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten.Hal ini sangat mempengaruhi perwujudan Arsitektur Perkotaannya,tapi walaupun begitu karakter Arsitektur Puri yang pernah jaya di jamannya masih mampu memberi dan membentuk karakter Arsitektur Perkotaan di Bali
Pengaruh Arsitektur puri pada Arsitektur Perkotaan dapat terlihat pada pola penataan ruang kota dimana catus patha merupakan pusat orientasi dan distribusi sirkulasi kota dan menjadi Inti Gred (papan catur) kawasan kota.Dulu komplek Bangunan Puri sebagai orientasi sekarang komplek kantor Bupati menjadi Pusat orientasi karena disana ada pusat pelayanan masyarakat kabupaten.
            Pola tata ruang Makro (master Plan) Kantor Bupati abad 20 (tahun tujuh puluhan) dirancang dan dibangun menyerupai tata letak Puri seperti Kantor Bupati Gianyar,Tabanan dimana Mandala dibagi tiga (Utama,Madia,Nista).Nista Mandala di peruntukan untuk parkir untuk mencapainya dari jalan raya harus melewati Canda Bentar.Madia Mandala di peruntukan untuk Kantor Bupati dan untuk melewatinya harus melewati Kori sedangkan Utama Madia di peruntukan untuk tempat suci(Parnyangan).jumlah masa bangunan  cendrung banyak maksimal dua lantai memakai pola natah dengan ornamen.seperti ornamen Arsitektur Puri.dan jalan setapak pekarangan kantor terlihat dominan,mobil hanya sampai parkir.

Dengan Booming Pariwisata Bali (tahun delapan puluhan),Arsitektur Perkotaan berubah polanya.karena pengaruh Budaya luar (Wisatawan) yang mampu mengubah pandangan hidup pemakai,pembuat dan penikmat Arsitektur perkotaan dimana faktor Efisiensi dan kemewahan menjadi tujuan utama melalui kemudahan-kemudahan fasilitas Arsitektur.Orang-orang sudah malas jalan kaki dari Nista Mandala, Madia Mandala, Utama Mandala,maunya naik turun mobil di depan pintu bangunan tanpa kehujanan dan kena terik matahari.Hal ini membuat karya Arsitektur Perkotaan lebih Monolit dengan Sistem Lobby sebagai ruang penerima,malah beberapa bangunan mempunyai parkir di bawah tanah(Basemant)sehingga Nista Mandalanya terletak pada lantai bangunan dan menyebabkan Desain bangunan lebih komplek dan rumit karena adanya sirkulasi kombinasi antara manusia,Barang dan Kendaraan.
Namun begitu para Arsitektek tidak kehilangan akal dimana masa bangunan tadinya menyebar dengan Hirarki Mandala berjejer Horisontal berubah menjadi monolit dengan Hirarki Mandala bertumpuk secara Vertikal.Ancak Saji,Bale Bengong maupun Bale Kulkul yang ada pada pojok tata letak mandala.Puri diambil nuansana menjadi tower,ruang tangga pada pojok bangunan dengan atap Bale Bengong sehingga sekilas seperti Bale Kulkul atau Ancak Saji.
Begitu pula dengan Kori Agung yang di jaman kerajaan(Puri)di pasang antara jaba tengah dengan Jeroan sekarang Kori Agung di pasang dekat depan bangunan malah ada masuk dalam teras bangunan atau lobby bangunan.Dan banyak lagi contoh-contoh yang bisa dilihat dilapangan bahwa usaha-usaha mengadopsi Arsitektur Tradisional untuk diterapkan dalam Arsitektur perkotaan guna memenuhi tuntutan fungsi,aktifitas dan pandangan hidup warga kota.Seiring dengan perkembangan jaman dan semakin kompleknya kebutuhan dan tuntutan manusia untuk memenuhi kepuasan dan kemewahan hidup fisik manusia melebihi tuntutan kenyamanan,keamanan dan ketenangan batinnya menyebabkan Arsitektur perkotaan semakin berat tugasnya dalam apresiasinya untuk menampung aspirasi warga kotanya.Tapi Arsitektur dan Arsiteknya dengan pengalaman dalam menjelajah ruang dan waktu akan selalu berusaha mencari solusi dan inovasi pemecahan masalah perkotaan yang semakin komplek,komplit dan rumit.Dalam rangka mempertahankan jati diri kota dari pengaruh budaya luar (Modernisasi).dalam era global di abad 21 maka Arsitektur Perkotaan mempertahankan identitasnya melalui Pemanfaatan Budaya lokal (Local Genius) seperti memasukkan Nuansa Arsitektur Puri dalam Arsitektur Perkotaan .”Semoga Berhasil”  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar