NUANSA
ARSITEKTUR PURI
PEMBENTUK KARAKTER
ARSITEKTUR
PERKOTAAN DI BALI
Oleh :
Ir.Ida
Bagus Putu Arga Utama
ARSITEKTUR
PURI merupakan arsitektur warisan (Heritage
Architecture) yang mempunyai nilai sejarah dan budaya yang tinggi karena
Puri tidak bisa dipisahkan dari sejarah perjalanan kepemerintahan Bali,dimana
Puri merupakan pusat pemerintahan dan budaya kerajaan-kerajaan di Bali di jaman
pra kemerdekaan.Namun setelah serangan dan pendudukan Belanda diBali abad 19
hingga pertengahan abad 20 beberapa Puri di Bali hancur malah beberapa hilang
tanpa bekas akibat perang puputan.untuk itu sudah selayaknya Arsitektur Puri di
lestarikan dalam pencarian Identitas Arsitektur Bali.Sebagai Monumen sejarah
dan budaya yang bisa dikembangkan menjadi Wisata Warisan (Heritage Tourism) pada umum dan wisata arsitektur (Architecture Tourism) pada khususnya.
Nuansa
Arsitektur Puri : secara garis besar karakter Arsitektur Puri terbagi menjadi 2
(dua) yakni :
1. Tradisional
Primitif (Jaman Bali Kuno)
2. Tradisional Klasik (Jaman
Pertengahan : Jaman Kejayaan Majapahit hingga Jaman Kolonial)
yang banyak ditemukan.sekarang dijaman kemerdekaan adalah
Arsitektur Puri yang bergaya klasik yang dipengaruhi oleh gaya
Eropa , China , Arab seperti: Taman Oejoeng
Karangasem. sedangkan Peninggalan Arsitektur Puri jaman Bali Kuno agak sulit
ditemukan karena sudah dimakan jaman pasca datang Majapahit ke Bali.beberapa
Peninggalan yang masih bisa dilihat antara lain: Bekas Kerajaan Gelgel di
Klunglung dan kerajaan Bedahulu di Blahbatuh Gianyar sedangkan Arsitektur
Purbakala bisa dilihat di sepanjang Tukad Pekerisan Pejeng Gianyar dan menjadi
Cagar Budaya Dunia dengan Museum Purbakalanya.
Sejarah kota-kota di Bali di awali
dengan lahirnya sebuah kerajaan yang diikuti oleh pembangunan desa dan
banjarnya yang mengelilingi pusat kerajaan yang di sebut Puri yang berasal dari
kata Pur yang artinya Benteng.Setelah Puri terbentuk dilanjutkan dengan
pembangunan Pura dan Pasar serta alun-alun (Bencingah) dan Bale Pertemuan (Paseban
Agung).yang lokasinya terletak diseputar catus patha yang merupakan titik
0(nol)/kilometer 0(nol).seperti yang terlihat dibeberapa pusat kerajaan yang
sekarang menjadi pusat kota antara lain : Pusat Kota Gianyar, Purinya terletak
di timur laut catus patha sedangkan Puri Klungkung dan Puri Tabanan terletak di
barat daya catus patha .saat ini masih bertahan hingga jaman kejayaan kerajaan
di Bali namun akibat serangan Belanda,jaman pertengahan beberapa Puri di Bali
hancur bahkan punah seperti Puri Denpasar yang dulunya terletak di timur laut
catus patha sekarang di peruntukan untuk rumah dinas Gubernur Bali dan Ruang
Pertemuan Jaya Sabha.begitu juga halnya dengan Puri Tabanan oleh Belanda
dijadikan alun-alun dan sekarang oleh Pemerintah kabupaten Tabanan dijadikan
Gedung Mario (Gedung Kesenian dan Olah Raga).
Karena Puri merupakan Pusat
pemerintahan kerajaan maka Puri merupakan pusat orientasi,panutan pengembangan
wilayah Puri dan kawasan di sekitarnya.hal ini bisa dilihat dari nuansa
arsitekturnya seperti adanya bangunan Ancak Saji, Bale Bengong atau Bale Kulkul
disetiap pojok pertigaan dan perempatan begitu juga dengan Pintu masuk berupa
Gelung Kori dan Apit Lawang.
Setelah kemerdekaan,penataan dan
fungsi ruang pusat kerajaan berubah
menjadi pusat kota dan pusat pemerintahan baik tingkat propinsi maupun tingkat
kabupaten.Hal ini sangat mempengaruhi perwujudan Arsitektur Perkotaannya,tapi
walaupun begitu karakter Arsitektur Puri yang pernah jaya di jamannya masih
mampu memberi dan membentuk karakter Arsitektur Perkotaan di Bali
Pengaruh
Arsitektur puri pada Arsitektur Perkotaan dapat terlihat pada pola penataan
ruang kota dimana catus patha merupakan pusat
orientasi dan distribusi sirkulasi kota
dan menjadi Inti Gred (papan catur) kawasan kota.Dulu komplek Bangunan Puri
sebagai orientasi sekarang komplek kantor Bupati menjadi Pusat orientasi karena
disana ada pusat pelayanan masyarakat kabupaten.
Pola tata ruang Makro (master Plan)
Kantor Bupati abad 20 (tahun tujuh puluhan) dirancang dan dibangun menyerupai
tata letak Puri seperti Kantor Bupati Gianyar,Tabanan dimana Mandala dibagi
tiga (Utama,Madia,Nista).Nista Mandala di peruntukan untuk parkir untuk
mencapainya dari jalan raya harus melewati Canda Bentar.Madia Mandala di
peruntukan untuk Kantor Bupati dan untuk melewatinya harus melewati Kori
sedangkan Utama Madia di peruntukan untuk tempat suci(Parnyangan).jumlah masa
bangunan cendrung banyak maksimal dua
lantai memakai pola natah dengan ornamen.seperti ornamen Arsitektur Puri.dan
jalan setapak pekarangan kantor terlihat dominan,mobil hanya sampai parkir.
Dengan Booming Pariwisata Bali (tahun delapan
puluhan),Arsitektur Perkotaan berubah polanya.karena pengaruh Budaya luar
(Wisatawan) yang mampu mengubah pandangan hidup pemakai,pembuat dan penikmat Arsitektur
perkotaan dimana faktor Efisiensi dan kemewahan menjadi tujuan utama melalui
kemudahan-kemudahan fasilitas Arsitektur.Orang-orang sudah malas jalan kaki
dari Nista Mandala, Madia Mandala, Utama Mandala,maunya naik turun mobil di
depan pintu bangunan tanpa kehujanan dan kena terik matahari.Hal ini membuat
karya Arsitektur Perkotaan lebih Monolit dengan Sistem Lobby sebagai ruang
penerima,malah beberapa bangunan mempunyai parkir di bawah
tanah(Basemant)sehingga Nista Mandalanya terletak pada lantai bangunan dan
menyebabkan Desain bangunan lebih komplek dan rumit karena adanya sirkulasi
kombinasi antara manusia,Barang dan Kendaraan.
Namun begitu para Arsitektek tidak kehilangan akal dimana
masa bangunan tadinya menyebar dengan Hirarki Mandala berjejer Horisontal
berubah menjadi monolit dengan Hirarki Mandala bertumpuk secara Vertikal.Ancak
Saji,Bale Bengong maupun Bale Kulkul yang ada pada pojok tata letak
mandala.Puri diambil nuansana menjadi tower,ruang tangga pada pojok bangunan
dengan atap Bale Bengong sehingga sekilas seperti Bale Kulkul atau Ancak Saji.
Begitu pula dengan Kori Agung yang di jaman kerajaan(Puri)di
pasang antara jaba tengah dengan Jeroan sekarang Kori Agung di pasang dekat
depan bangunan malah ada masuk dalam teras bangunan atau lobby bangunan.Dan
banyak lagi contoh-contoh yang bisa dilihat dilapangan bahwa usaha-usaha
mengadopsi Arsitektur Tradisional untuk diterapkan dalam Arsitektur perkotaan
guna memenuhi tuntutan fungsi,aktifitas dan pandangan hidup warga kota.Seiring
dengan perkembangan jaman dan semakin kompleknya kebutuhan dan tuntutan manusia
untuk memenuhi kepuasan dan kemewahan hidup fisik manusia melebihi tuntutan
kenyamanan,keamanan dan ketenangan batinnya menyebabkan Arsitektur perkotaan
semakin berat tugasnya dalam apresiasinya untuk menampung aspirasi warga
kotanya.Tapi Arsitektur dan Arsiteknya dengan pengalaman dalam menjelajah ruang
dan waktu akan selalu berusaha mencari solusi dan inovasi pemecahan masalah
perkotaan yang semakin komplek,komplit dan rumit.Dalam rangka mempertahankan
jati diri kota dari pengaruh budaya luar (Modernisasi).dalam era global di abad
21 maka Arsitektur Perkotaan mempertahankan identitasnya melalui Pemanfaatan
Budaya lokal (Local Genius) seperti
memasukkan Nuansa Arsitektur Puri dalam Arsitektur Perkotaan .”Semoga
Berhasil”